Jember, MEMONUSANTARA.com Upaya pencegahan
korupsi sebaiknya tidak hanya terfokus pada perbaikan sistem, tetapi juga
pembenahan orientasi pendidikan. Sebab, pendidikan yang hanya berfokus pada
mengejar nilai dan gelar akademik semata, bisa mematikan nurani yang membuat
para kaum cerdik cendekia bisa tergoda pada korupsi.
Hal tersebut dikemukakan Dekan Fakultas Hukum Unej yang juga
komisioner terpilih KPK, Nurul Ghufron saat berbicara dalam diskusi dan bedah
Kitab di Pondok Pesantren Raden Rahmat Sunan Ampel (PPRSA) , Antirogo,
Sumbersari pada Sabtu (2/11).
"Para koruptor mungkin kebanyakan IPK nya diatas 3, karena
mereka adalah pejabat. Tetapi kenapa sarjana yang dihasilkan sekarang bisa jadi
koruptor? Salah satunya karena pendidikan kita hanya berorientasi mengejar
nilai atau cum laude, tanpa melihat bagaimana proses untuk
mendapatkannya," ujar Ghufron.
Kondisi ini menurut Ghufron, jauh berbeda dibandingkan dengan para pendahulu bangsa. "Kenapa berbeda dengan para tokoh bangsa kita dulu, seperti Bung Karno dan KH Hasyim Asyari misalnya? Alih-alih korupsi, justru yang mereka punya akan dikorbankan demi bangsa dan negara.
Karena mereka cinta kepada bangsa dan negara ini," tutur pria yang juga menjadi Ketua Mahasiswa Ahli Thoriqoh an-Nahdliyah (Matan) Jember ini.
Diskusi dan bedah kitab tersebut digelar atas kerjasama Lembaga Ta'lif Wa Nasyr (LTN NU) Cabang Jember dan Matan Jember yang mengkaji kitab BI Hubbin Nabi Muhammad Shollahu 'Alaihi Wa Sallam.
Kondisi ini menurut Ghufron, jauh berbeda dibandingkan dengan para pendahulu bangsa. "Kenapa berbeda dengan para tokoh bangsa kita dulu, seperti Bung Karno dan KH Hasyim Asyari misalnya? Alih-alih korupsi, justru yang mereka punya akan dikorbankan demi bangsa dan negara.
Karena mereka cinta kepada bangsa dan negara ini," tutur pria yang juga menjadi Ketua Mahasiswa Ahli Thoriqoh an-Nahdliyah (Matan) Jember ini.
Diskusi dan bedah kitab tersebut digelar atas kerjasama Lembaga Ta'lif Wa Nasyr (LTN NU) Cabang Jember dan Matan Jember yang mengkaji kitab BI Hubbin Nabi Muhammad Shollahu 'Alaihi Wa Sallam.
"Karena itu, melalui pendidikan dan acara keagamaan seperti
ini, mari wujudkan cinta kepada NKRI dengan tidak korupsi. Itu yang berat tapi
penting," tandas Ghufron.
Sementara itu, dalam diskusi dan bedah Kitab tersebut, banyak dikaji hadis-hadis tentang sifat dan karakteristik Nabi Muhammad SAW yang menurut penulisnya belum banyak diketahui oleh masyarakat.
Sementara itu, dalam diskusi dan bedah Kitab tersebut, banyak dikaji hadis-hadis tentang sifat dan karakteristik Nabi Muhammad SAW yang menurut penulisnya belum banyak diketahui oleh masyarakat.
"Nabi itu tidak identik dengan Fashion budaya Arab misalnya.
Tidak selalu Nabi menggunakan jubah putih," tutur Dr Mirhabun Nadir, sang
penulis kitab.
Meski sekilas tampak "kontroversial", Nadir mengklaim hadis-hadis yang ditampilkan dalam kitab berbahasa Arab tersebut dapat dipertanggungjawabkan, karena dirujuk dari sumber yang otentik.
Meski sekilas tampak "kontroversial", Nadir mengklaim hadis-hadis yang ditampilkan dalam kitab berbahasa Arab tersebut dapat dipertanggungjawabkan, karena dirujuk dari sumber yang otentik.
"Saya ingin sampaikan, dalam titik tertentu, kemanusiaan itu
lebih tinggi daripada transendental. Seperti misalnya, ketika kita solat, lalu
dipanggil oleh ibu kita, kita bisa jawab, dan tidak batalkan salat," tutur
doktor dari Unisma ini.
Sementara itu, Fauzinuddin Faiz, Ketua LTN NU Jember yang didaulat sebagai pembanding menyebut, isi kitab kontemporêr ini patut diapresiasi karena menyajikan alternatif-alternatif pandangan keagamaan yang berbeda di masyarakat.
Sementara itu, Fauzinuddin Faiz, Ketua LTN NU Jember yang didaulat sebagai pembanding menyebut, isi kitab kontemporêr ini patut diapresiasi karena menyajikan alternatif-alternatif pandangan keagamaan yang berbeda di masyarakat.
"Tetapi perlu ada kompromi dalam menyikapi hadis-hadis yang
seolah bertentangan. Caranya, yakni dengan menghadirkan semuanya dan dilengkapi
dengan konteksnya," tutur mahasiswa program doktor di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta ini.
Lebih lanjut, menurut pengajar Usul Fikih di FEBI IAIN Jember ini, mencintai nabi dalam konteks Indonesia adalah dengan melihat konteks sabda dan laku nabi, untuk kemudian disesuaikan dengan akulturasi bangsa Indonesia. Sehingga dapat ditemukan konteksnya.
Lebih lanjut, menurut pengajar Usul Fikih di FEBI IAIN Jember ini, mencintai nabi dalam konteks Indonesia adalah dengan melihat konteks sabda dan laku nabi, untuk kemudian disesuaikan dengan akulturasi bangsa Indonesia. Sehingga dapat ditemukan konteksnya.
"Dari sini akan membawa pemahaman yang lebih utuh dan
komprehensif, sesuai karakteristik Islam Nusantara," pungkas Faiz.(sug/ming)
Posting Komentar untuk "Mantuuull Gaes..Begini Jika Komisioner KPK Terpilih dan Santri NU Diskusi serta Bedah Kitab"