Jember, MEMONUSANTARA.com Melestarikan budaya merupakan tanggung jawab kita bersama agar tidak
punah. Banyak cara bisa dilakukan untuk melestarikan budaya Indonesia salah
satunya budaya osing.
Di Jember, mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah memiliki cara tersendiri mengenalkan budaya osing. Budaya asal
Kabupaten Banyuwangi itu dikenalkan oleh mahasiswa dengan menggelar pementasan
yang dikemas dalam pagelaran seni bertema “Osing Kanggo Nusantara”, yang
digelar di Aula Ahmad Zaenuri kampus setempat, Kamis 3 Mei 2018.
Ketua Panitia acara Ahmad Fahmi kepada media mengatakan bahwa kegiatan ini adalah agenda tahunan yang rutin digelar oleh mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi.
Ketua Panitia acara Ahmad Fahmi kepada media mengatakan bahwa kegiatan ini adalah agenda tahunan yang rutin digelar oleh mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi.
“Selain untuk melestarikan berbagai kebudayaan di
Indonesia, acara ini juga merupakan implementasi atau praktik dari mata kuliah
Komunikasi Antar Budaya,” ujarnya.
Menurut Fahmi, budaya osing dipilih sebagai tema karena tahun sebelumnya para mahasiswa telah mementaskan budaya pandhalungan (pandalungan), sebuah kebudayaan yang merujuk kepada suatu kawasan di wilayah pantai utara dan bagian timur Jawa Timur. Mayoritas penduduk pandhalungan berlatar belakang budaya Madura.
Secara budaya, yang disebut masyarakat pandalungan adalah masyarakat hibrida, yakni masyarakat berbudaya baru akibat terjadinya percampuran dua budaya dominan. Dalam konteks kawasan “Tapal Kuda” Jawa Timur, budaya pandalungan adalah percampuran antara dua budaya dominan, yaitu Jawa dan budaya Madura.
“Selain itu, juga banyak orang-orang Banyuwangi yang tinggal di Jember, termasuk mahasiswa Univeritas Muhammadiyah yang berasal dari Banyuwangi. Sehingga budaya Osing sudah tak asing lagi bagi masyarakat di Jember,” katanya.
Fahmi berkata, ada sejumlah tarian asal Banyuwangi yang ditampilkan dalam pementasan ini. Misalnya tari jejer jaran dawuk yang diiringi musik tradisional khas Banyuwangi dan tari punjari.
Menurut Fahmi, budaya osing dipilih sebagai tema karena tahun sebelumnya para mahasiswa telah mementaskan budaya pandhalungan (pandalungan), sebuah kebudayaan yang merujuk kepada suatu kawasan di wilayah pantai utara dan bagian timur Jawa Timur. Mayoritas penduduk pandhalungan berlatar belakang budaya Madura.
Secara budaya, yang disebut masyarakat pandalungan adalah masyarakat hibrida, yakni masyarakat berbudaya baru akibat terjadinya percampuran dua budaya dominan. Dalam konteks kawasan “Tapal Kuda” Jawa Timur, budaya pandalungan adalah percampuran antara dua budaya dominan, yaitu Jawa dan budaya Madura.
“Selain itu, juga banyak orang-orang Banyuwangi yang tinggal di Jember, termasuk mahasiswa Univeritas Muhammadiyah yang berasal dari Banyuwangi. Sehingga budaya Osing sudah tak asing lagi bagi masyarakat di Jember,” katanya.
Fahmi berkata, ada sejumlah tarian asal Banyuwangi yang ditampilkan dalam pementasan ini. Misalnya tari jejer jaran dawuk yang diiringi musik tradisional khas Banyuwangi dan tari punjari.
Tarian jejer jaran dawuk adalah tari tradisional dari
Banyuwangi untuk memeriahkan pesta musim panen tiba, meski pada perkembangannya
tarian ini lebih ditekankan pada tari penyambutan tamu dengan karakteristik
yang dinamis, meriah, dan semarak. Sedangkan tari punjari adalah sebuah tari
dari Banyuwangi yang diiringi dengan gamelan Bali yang rancak.
“Nanti di akhir acara ada pementasan teater yang menampilkan kisah dan unsur-unsur Banyuwangi, osing. Tak hanya itu, untuk mendukung acara ini kami juga melibatkan Sanggar Tari Tata Budaya asal Jember,” jelasnya.
Ketua Sanggar Tari Tata Budaya, Satoha, mengapresiasi karya para mahasiswa tersebut. Dia berujar, apa yang dilakukan oleh mahasiswa itu merupakan upaya melestarikan budaya tradisional sehingga generasi muda tak mudah terbius oleh kesenian luar yang dinilainya kurang pas dengan karakter bangsa Indonesia.
“Seni tradisional itu juga bisa menjadi alat pemersatu bangsa. Dan itu wajib terus dilestarikan. Saya ikut bangga, karena sebagai generasi muda, para mahasiswa ini mau mempertahankan sekaligus melestarikan budaya lokal,” pungkasnya.
“Nanti di akhir acara ada pementasan teater yang menampilkan kisah dan unsur-unsur Banyuwangi, osing. Tak hanya itu, untuk mendukung acara ini kami juga melibatkan Sanggar Tari Tata Budaya asal Jember,” jelasnya.
Ketua Sanggar Tari Tata Budaya, Satoha, mengapresiasi karya para mahasiswa tersebut. Dia berujar, apa yang dilakukan oleh mahasiswa itu merupakan upaya melestarikan budaya tradisional sehingga generasi muda tak mudah terbius oleh kesenian luar yang dinilainya kurang pas dengan karakter bangsa Indonesia.
“Seni tradisional itu juga bisa menjadi alat pemersatu bangsa. Dan itu wajib terus dilestarikan. Saya ikut bangga, karena sebagai generasi muda, para mahasiswa ini mau mempertahankan sekaligus melestarikan budaya lokal,” pungkasnya.
Posting Komentar untuk "Begini cara Mahasiswa di Jember Lestarikan Budaya Osing"