Jember, MEMONUSANTARA.com Festival HAM 2019 yang digelar di Kabupaten Jember
menyajikan hal berbeda dari pelaksanaan festival serupa sebelumnya. Ini diakui
oleh Direktur Eksekutif INFID, Sugeng Bahagio, saat pembukaan festival ini di
Aula PB Soedirman Pemkab Jember, Selasa, 19 November 2019.
“Kali ini ada partisipasi rekan-rekan
perusahaan atau dari dunia industri,” katanya menyebutkan salah satu perbedaan
itu.
Perbedaan lainnya, untuk pertama kalinya
festival dibuka dengan tarian, yakni tarian anak kolosal Bajul Ijo. Menurutnya,
pembukaan ini sangat berbobot. “Diisi dengan acara budaya,” paparnya.
Festival keenam ini juga dilanjutkan
dengan wisuda 161 kepala desa yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
tentang HAM. Diklat ini telah berlangsung seama tiga hari, dan diselenggarakan
oleh Pemkab Jember bekerjasama dengan Komnas HAM dan INFID.
Pelaksanaan Festival HAM ke-6 ini
berlangsung 19 – 21 November 2019 dengan 17 sesi kegiatan. Ada 81 orang
narasumber dan 17 moderator. Acara ini
diikuti peserta dari 33 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, juga dihadiri
25 orang peserta yang berasal dari 12 negara.
Selain itu, ada 100 orang anak muda yang
menjadi peserta dan relawan. Jumlah keseluruhan peserta sedikitnya seribu
orang.
Pada pembukaan festival ini, Bupati
Jember, dr. Faida, M.M.R., menyampaikan pendapatnya. Perempuan pertama Bupati
Jember ini menyebut bahwa HAM berbicara tentang kebahagiaan, kerukunan,
sejahtera, dan keberagaman.
Hal-hal itu, menurut bupati, merupakan
bagian dari prinsip-prinsip HAM. Selain itu, terdapat prioritas dalam membentuk
konteks HAM. Konteks HAM yang menjadi prioritas kali ini, lanjutnya, adalah
negeri yang aman dan rukun.
“Memang kita berbeda. Beragam suku,
budaya, dan agama. Tetapi, menghargai hak dan menerima satu sama lain ini
menjadi prioritas,” katanya, Selasa, 19 November 2019.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik
menyampaikan, Bangsa Indonesia terkenal dengan keberagaman budaya dan tradisi
yang menjadi kekayaan tersendiri, dari sabang sampai Merauke dengan ratusan
bahasa.
Ini disebut sebagai Bhineka Tunggal Ika.
“Meskipun beragam dan berbeda-beda tetap datang ke Jember dengan satu tujuan
membangun negeri yang makmur, berkeadilan sosial, bisa menikmati hasil
kemerdekaan dan pembangunan Indonesia,” ujarnya.
Ia menjelaskan, HAM sejatinya
menasbihkan ada hak atas budaya. Pasal 27 Deklarasi Universal HAM menyatakan
setiap orang berhak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan dengan bebas,
menikmati kesenian, dan turut mengambil manfaat ilmu pengetahuan.
Deputi V Staf Kepresidenan, Jaleswari
Pramodhawardani, dalam kesempatan yang sama mengatakan, tema yang diangkat
dalam rapat pleno HAM di Jember adalah pembangunan daerah berbasis HAM dan
berkeadilan sosial melalui pendekatan budaya ini.
“Tentu sangat strategis, mengingat
tantangan yang dihadapi saat ini mengharuskan seluruh kepentingan untuk
memberikan penekanan lebih pada nilai-nilai HAM berkeadilan sosial serta
budaya,” jelasnya.
Menurutnya, Jember dapat memaknai sebuah
keragaman. Keragaman tidak lagi menjadi sesuatu hal yang baru. “Tetapi,
perbedaan tersebut dapat diakomodir menjadi sesuatu yang indah,” ungkapnya.
Jember juga dapat menjadi ruang untuk
bertemunya berbagai keragaman, dengan mengimplementasikan di kehidupan
sehari-hari. (sug/ming)
Posting Komentar untuk "Mantul Gaes, Festival HAM di Jember Tampil Beda"