Tantangan Karir Ahli Gizi di Era 4.0

Bondowoso, MEMONUSANTARA.com Menjadi Ahli Gizi yang merupakan profesi mulia termasuk pekerjaan yang tidak tergantikan dengan automation di era 4.0 atau era digitalisasi dan robotic.

Hal tersebut disampaikan oleh Fitria Nur Rahmi, SGz ahli gizi dari RSUD dr Koesnadi Bondowoso  pada kegiatan Basic of Science Nutrition Prodi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember kampus Bondowoso Minggu (13/10) yang diikuti 40 mahasiswa baru.

Menurut Fitri, manusia tak akan lepas dari yang namanya produk pangan. Ilmu Gizi merupakan suatu ilmu yang akan selalu dibutuhkan untuk semua umat manusia. Kepada mahasiswa Prodi Gizi ia meminta agar mereka bersiap untuk memperbaharui informasi mengenai pangan dan juga gizi.

“Karena memang ilmu ini tak akan ada habisnya untuk dibahas dan juga banyak penyakit yang sekarang ini bermunculan, cenderung karena adanya pola makan yang salah dan tidak teratur,” ujarnya.

Masih kata alumnus SDN Kotakulon 1 tahun 1993 tersebut, visi Indonesia lima tahun ke depan, yakni sumber daya manusia yang unggul, berdaya saing dan cinta negara. Untuk itu ahli gizi harus memiliki dua strategi yakni karakter dan skill.

“Strategi karakter yang meliputi etika, disiplin, tanggungjawab, dedikasi dan kerja keras serta ditunjang skill/kemampuan masa kini dan masa depan,” jelasnya.

Lebih lanjut Fitri juga menjelaskan peran ahli gizi mulai dari pelaku tatalaksana/ asuhan/ pelayanan gizi klinik, pengelola pelayanan gizi di masyarakat, pengelola tatalaksana/ asuhan pelayanan gizi di RS, pengelola sistem penyelenggaraan makanan institusi/ massal, pendidik/ penyuluh/ pelatih/ konsultan gizi.

“Termasuk juga pelaksana penelitian gizi, pelaku pemasaran produk gizi dan dan kegiatan wirausaha, berpartisipasi bersama tim kesehatan dan tim lintas sektoral serta pelaku praktik kegizian yang bekerja secara profesional dan etis,” papar perempuan yang menamatkan bangku SMP 1 Bondowoso tahun 1996 tersebut.

Karier ahli gizi bisa berbagai macam lapangan pekerjaan mulai dari ASN/PNS ( RS, Dinkes/PKM, Litbang Gizi ), karyawan swasta (RS Swasta, Perusahaan Susu, Makanan Bayi dan Makanan Enternal), praktek gizi mandiri (Dietisien), Wiraswasta (catering diet, bisnis kuliner), Peneliti, LSM, Penulis, Ahli Gizi Olahraga.

Kegiatan pokok pelayanan gizi rumah sakit, pengadaan dan penyediaan makanan (perencanaan, pengadaan, proses produksi, pengawasan, monitoring dan evaluasi, pendokumentasian). Pelayanan gizi rawat inap (anamnesa, pengkajian gizi, diagnosa gizi, perencanaan intervensi, intervensi, monev, pendokumentasian.

“Pelayanan Gizi Rawat Jalan (penyuluhan, konsultasi gizi/ konseling gizi, pendokumentasian). Penelitian dan pengembangan gizi terapan (penetapan instrumen, pengumpulan data, pengolahan data, analisa data, informasi data,” tutur alumni SMAN 2 Bondowoso tahun 1999 itu.

Sedangkan kegiatan pokok tenaga gizi di Puskesmas / masyarakat sambung Fitri, mulai dari program pelayanan perbaikan gizi yang meliputi pemantauan pola konsumsi, kerjasama lintas sektor/ lintas program dalam program gizi, pemberian vitamin A (bayi, balita, ibu nifas), pemberian tablet Fe (ibu hamil, remaja putri).

“Penimbangan balita bulanan, pelayanan pojok gizi/ konsultasi gizi, pelacakan kasus gizi buruk, penanganan kasus gizi buruk, pemantauan ASI Eksklusif dan asuhan gizi pada pasien rawat inap,” ucapnya.

Perempuan yang menyelesaikan S1 Gizi Kesehatan di UGM Yogyakarta tersebut menyatakan bahwa ahli gizi bisa terlibat dalam beberapa lapangan kerja seperti pada Industri makanan saat ini sedang giat-giatnya menciptakan makanan yang sehat, menyediakan makanan yang sehat dan bergizi bagi masyarakat. Ahli gizi juga dapat berperan sebagai konsultan gizi keluarga, masyarakat dan banyak lagi.

Menurut Fitri para ahli gizi juga memiliki kendala mulai dari kurang percaya diri. Banyak dari ahli gizi sendiri yang tidak percaya diri terhadap ilmu gizi yang dimiliki. Sering menganggap “ah orang lain juga tahu hal itu” apalagi jika berhadapan dengan profesi lain seperti dokter, perawat dan lain-lain

“Kurangnya kemampuan berkomunikasi. Komunikasi itu penting bahkan merupakan jembatan mencapai kesuksesan,” katanya.

Kepada media ini Fitri mengungkapkan bahwa materi yang disampaikan adalah tentang  motivasi pada calon ahli gizi. Dorongan kepada mereka untuk melanjutkan pada profesi dietisien.

“Karena kewenangan yang dimiliki akan berbeda antara seorang nutrisionis dan dietisien. Ke depannya juga akan diatur tentang jenjang karier ahli gizi non ASN/PNS untuk meningkatkan kesejahteraan,” pungkasnya.

Posting Komentar untuk "Tantangan Karir Ahli Gizi di Era 4.0"