Jember, MEMONUSANTARA.com Munculnya isu demonstrasi yang masih
rencana dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat, disikapi enteng oleh Ormas
Pelopor dan Relawan Peduli Jember (RPJ).
Menurut
Ketua Ormas Pelopor, Fathorrazi, materi demo yang dilakukan “kelompok sebelah”
yang muncul ke media dinilai kadaluwarsa karena sudah selesai diatasi oleh
Bupati Jember, dr Hj Faida, MMR.
“Persoalan APBD
2018 sudah ada jawaban resmi dari Gubernur dan Mendagri. Pemerintah Kabupaten
Jember di APBD 2018, walaupun tidak ditetapkan dan ditandatangani oleh DPRD,
namun tetap bisa jalan, bukan hanya untuk belanja rutin tapi juga bisa untuk
pembangunan,” ujar Fathorrazi.
Masih kata Haji
Rosi sapaan akrab beliau yang juga Ketua Pagar Nusa NU Jember ini, maka dari
itu bila ada pihak yang mempersoalkan APBD 2018 tidak akan bisa jalan, mereka
sudah ketinggalan informasi.
Hal senada juga
ditegaskan oleh Ketua RPJ, Hari Gundul. Ia menyoroti isu demo yang menyoal Guru
Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang meminta surat penugasan
dari Bupati.
Menurutnya,
permintaan GTT dan PTT tersebut juga sudah direspon oleh Bupati Jember Faida,
sehingga dia menilai isu itu sudah tidak layak menjadi alasan bagi kelompok
yang bakal menggelar demo kecil-kecilan pada pertengahan Februari tersebut.
“Artinya GTT dan
PTT tidak langsung ujug-ujug dianggarkan karena harus mencocokkan dulu antara
Permendikbud Nomor 26 tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2005
tentang Honorer,” jelasnya.
Hari juga
menilai, argumentasi tentang persoalan GTT dan PTT juga sangatbtidak pas dan
cenderung politis. Sebab terkait pembayaran honor melalui Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) 15 persen yang menjadi tuntutan, ternyata tidak harus memakai
Surat Keputusan (SK) penugasan dari bupati, melain cukup SK penugasan internal
dari Kepala Sekolah atau Kepala Dinas Pendidikan kabupaten setempat.
“Jadi saya kira
apa yang menjadi permintaan GTT dan PTT tentang SK penugasan itu sudah klir.
Karena sudah mendapat jawaban bahwa SK penugasan tersebut tak harus dari
bupati,” tukasnya.
Sementara itu,
KH. Misbahus Salam menyatakan, bahwa isu demo yang juga terkait persoalan
bantuan ke pondok pesantren sebesar Rp10 juta per tahun juga sudah jelas.
Menurut tokoh NU ini, bantuan hibah dari pemerintah tak boleh diberikan secara
berulang-ulang kepada lembaga yang sama, karena hal itu berbenturan dengan
peraturan yang ada.
“Itu juga sudah
disampaikan, bahwa sesuai dengan peraturan yang ada bantuan tidak boleh
berulang-ulang. Dan Pemerintah Jember sudah mengambil cara lain dengan memberi
bantuan berupa program, misalnya pavingisasasi, pembangunan MCK, dan rehab atau
pembangunan gedung pendidikan serta sarana dan prasarana umum lainnya, termasuk
masjid,” ujarnya.
Apalagi menurut
Misbah, program itu sudah banyak disalurkan kepada sejumlah pondok pesantren
yang sangat membutuhkan bantuan pemerintah. Untuk itu, ia mengimbau, bagi yang
belum menerima program tersebut agar lembaga pesantren bersabar, karena
pemerintah daerah akan kembali menggulirkan program itu di tahun anggaran 2018
ini.
“Tunggu
gilirannya saja, atau ajukan proposal, penyaluran program yang jelas merata.
Kami juga berharap kedepan semoga eksekutif dan legislatif harmonis demi
kemaslahatan masyarakat Jember,” imbaunya.
Sebenarnya,
Misbah menuturkan, yang harus dilakukan masyarakat “kelompok 212” jangan hanya
soal aksi demonstrasi, tapi menyampaikan aspirasi bisa lewat Musyawarah Rencana
Pembangunan (Musrenbang) mulai tingkat dusun hingga kabupaten ataupun bisa
lewat lembaga parlemen.
Dia juga
menyarakan, agar menyampaikan aspirasi melalui struktur pemerintahan yang ada
dengan surat resmi, serta mengawal program pemerintah dan membantu pembangunan
Kabupaten Jember sehingga berjalan lancar dan manfaatnya bisa dirasakan oleh
masyarakat.
Posting Komentar untuk "Kelompok “212” Disarankan Ikut Aktif di Musrenbang"