![]() |
Menpar dan Bupati Banyuwangi foto kemanpar |
Pada kesempatan tersebut, Menpar memberikan
apresiasi untuk konsistensi Banyuwangi yang terus mengangkat tradisi budaya
menjadi sebuah atraksi yang menarik.
Sebagai informasi, Barong Ider Bumi
adalah sebuah ritual tolak bala yang dilakukan di Desa Kemiren setiap tahunnya.
Konon, sejarah tradisi Barong Ider Bumi dimulai pada tahun 1840. Saat itu
Desa Kemiren diserang wabah penyakit yang mengakibatkan banyak warga meninggal
dan petani juga mengalami gagal panen.
Salah seorang sesepuh desa mendapat
petunjuk, meminta petunjuk, warga diminta melakukan arak-arakan Barong sebagai
bentuk tolak bala. Ritual tersebut pun dilakukan secara turun-temurun.
Festival Barong Ider Bumi ini ditandai
dengan permainan angklung oleh para sesepuh di balai desa setempat. Lalu,
Barong diarak keliling desa sambil diiringi nyanyian doa berbahasa Jawa.
Nyanyian tersebut merupakan doa memohon keselamatan.
Arak-arakan dimulai dari gerbang hingga
pintu keluar masuk desa. Selama proses pengarakan, tokoh adat akan melakukan
“Sembur Utik-utik”. Yakni kegiatan menebarkan uang logam, beras kuning, dan
bunga sebagai simbol tolak bala.
Setelah arak-arakan mencapai ujung desa,
warga akan berebut memakan pisang yang dipajang. Prosesi berikutnya adalah
selametan dengan makan Pecel Pitik secara bersama.
Pecel Pitik adalah makanan khas
Banyuwangi. Kulinernya menggunakan bahan utama ayam kampung yang masih muda.
Setelah disembelih, ayam kampung dibersihkan lalu dipanggang secara utuh di
perapian. Sedangkan bumbu yang digunakan sangat sederhana yaitu kemiri, cabai
rawit, terasi, daun jeruk, dan gula. Setelah dihaluskan, bumbu dicampur dengan
parutan kelapa muda.
“Yang dilakukan masyarakat Desa Kemiren
dengan mengangkat tradisinya sebagai atraksi budaya sudah tepat untuk
pengembangan pariwisata. Ini penting, karena wisatawan yang datang ke
Indonesia, 60 persennya karena tertarik budaya,” sambung Menpar di sela-sela
acara. Pada kesempatan itu, Menpar juga ikut melempar koin.
Menpar meneruskan, kegiatan ini harus
dilestarikan karena merupakan salah satu syiar Budaya Banyuwangi untuk dunia.
Barong Ider Bumi dilakukan setelah Hari Raya Idulfitri oleh Umat Islam.
Bupati Banyuwangi juga mengapresiasi
kegiatan ini. Dia mengatakan, dampak ekonomi kegiatan festival budaya seperti
itu sangat besar bagi Banyuwangi. Salah satunya, seluruh penginapan di sekitar
lokasi penuh disewa para wisatawan.
“Homestay sekitar
Kemiren jumlahnya ada 55. Ada yang dua kamar. Ada yang tiga kamar. Semua full, Hotel Sahid Osing Kemiren,
Hotel Aston, Hotel Ikhtiar Surya, Hotel El Royale, Hotel Tanjung Asri hingga
Desa Wisata Osing yang punya 10 villa juga full. Ini berkah
besar buat Banyuwangi,” ucapnya.
Barong Ider Bumi disaksikan oleh sekitar
10 ribu wisatawan. Ada beberapa alasan mengapa para pengunjung rela
berdesak-desakan menyaksikan ritual tersebut. Pertama, kegiatan tersebut
menghadirkan story telling yang kuat. Barong dipercaya masyarakat Desa Kemiren
sebagai makhluk mitologi yang menjaga desa.
Alasan berikutnya, ada arak-arakan
budaya yang menarik. Barong yang memiliki sayap tersebut diarak warga Desa
Kemiren menggunakan baju adat Osing yang dominan berwarna hitam. Sepanjang
jalan, tokoh adat masyarakat Osing dan Menpar Arief Yahya menebarkan uang koin
yang dicampur dengan beras kuning.
Uang koin yang disebar tersebut boleh
diperebutkan oleh banyak orang terutama anak-anak. Maknanya, adalah shodaqoh
masyarakat Kemiren kepada anak-anak. Membudayakan tradisi berbagi.
“Salah satu daya tariknya ya di sini.
Karena setelah mangku barong mereka kembali lagi ke pintu masuk. Dan terakhir
ditutup dengan selamatan makan bersama dengan menu pecel pitik,”
jelas Suhaimi, Ketua Adat Desa Kemiren.
Dia melanjutkan, selain sebagai daya
tarik budaya, arak-arakan Barong Ider Bumi juga dilakukan untuk menjaga
kerukunan masyarakat sekitar. (Biro Komunikasi Publik
Kemenpar/EN)
Posting Komentar untuk "Menpar Hadiri Festival Barong Ider Bumi Banyuwangi "