Jember, MEMONUSANTARA.com Penyebaran
faham radikalisme yang sekarang banyak beredar di media sosial dan website,
disikapi serius oleh Kementrian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) RI dengan
terus melakukan pemblokiran terhadap ratusan situs dan akun media sosial maupun
website yang dapat memicu perpecahan bangsa.
Para pembicara memberi pemahaman mengenai potensi digital dalam aktifitas perekonomian serta pemahaman UU ITE oleh kepolisian setempat, yang dikemas dalam bentuk talkshow.
Termasuk berbagai aksi teror bom yang baru-baru ini terjadi di
Jawa Timur, juga menjadi perhatian kalangan pegiat teknologi
Menurut Staff Ahli Hukum Kominfo Republik Indonesia, Prof. Dr.
Drs. Henry Subiakto SH., HM. dalam penjelasannya pada seminar nasional yang
diselenggarakan oleh Relawan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (RTIK) Jember
bekerjasama dengan Himasif Universitas Jember, menjelaskan bahwa pelaku teror
juga memiliki berbagai media untuk melancarkan aksi propagandanya.
"ISIS juga memiliki berbagai media dalam melancarkan berbagai
propagandanya, oleh sebab itu jika menemui konten radikalisme laporkan kepada
kami melalui website dengan alamat aduankonten.id ," terang Prof. Henry
dalam penjelasan materinya di hadapan 1200 peserta seminar nasional, bertempat
di Gedung Soetardjo, Sabtu (19/5).
Sementara Kapolres Jember, AKBP. Kusworo Wibowo SH., S.I.K., MH. dalam menanggapi maraknya konten-konten radikalisme dalam era Digital ini mengatakan, setiap orang bisa menjadi mengupload dan menjadi editor sehingga yang dilakukan kepolisian adalah dua hal, pertama melakukan tindakan pencegahan dan kejahatan UU ITE.
"Untuk pencegahan dengan melakukan sosialisasi, seminar seperti ini, serta deklarasi-deklarasi anti Hoax dengan dan seluruh stage Holder, seperti Pelajar, Relawan TIK dan tokoh agama, harapannya agar masyarakat semakin melek dengan tindakan ITE dan tidak sampai terjerat dengan UU ITE,” jelasnya
Disisi lain polisi juga akan melakukan tindakan represif bagi pelanggar-pelanggar hukum dengan menggunakan ITE.
Sementara Kapolres Jember, AKBP. Kusworo Wibowo SH., S.I.K., MH. dalam menanggapi maraknya konten-konten radikalisme dalam era Digital ini mengatakan, setiap orang bisa menjadi mengupload dan menjadi editor sehingga yang dilakukan kepolisian adalah dua hal, pertama melakukan tindakan pencegahan dan kejahatan UU ITE.
"Untuk pencegahan dengan melakukan sosialisasi, seminar seperti ini, serta deklarasi-deklarasi anti Hoax dengan dan seluruh stage Holder, seperti Pelajar, Relawan TIK dan tokoh agama, harapannya agar masyarakat semakin melek dengan tindakan ITE dan tidak sampai terjerat dengan UU ITE,” jelasnya
Disisi lain polisi juga akan melakukan tindakan represif bagi pelanggar-pelanggar hukum dengan menggunakan ITE.
“Bahwa perbuatan itu dapat konsekwensi hukum dan dapat dijerat
oleh penyidik, semoga masyarakat lebih bijak menggunakan medsos,” tuturnya.
Dalam acara tersebut, sebanyak 30 orang para Relawan TIK Jember
yang diketuai oleh Ulil Albab dikukuhkan oleh Ketua Umum Relawan TIK Indonesia,
Fajar Eri Dianto.
Fajar berpesan kepada para relawan yang dikukuhkannya untuk terus berkiprah memajukan Kabupaten Jember melalui bidang teknologi.
Fajar berpesan kepada para relawan yang dikukuhkannya untuk terus berkiprah memajukan Kabupaten Jember melalui bidang teknologi.
“Teruslah berkiprah dan pegang teguh janji kerelawanan kalian,
majukanlah Jember melalui literasi digital kepada masyarakat Jember," ucap
Fajar berpesan.
Pembicara lainnya yang dihadirkan dalam seminar yang bertajuk Ekonomi Digital Indonesia Sebagai Energi Revolusi Industri 4.0, ialah Community Engagement Bukapak, Ian Agisti Dewi Rani, MBA.
Pembicara lainnya yang dihadirkan dalam seminar yang bertajuk Ekonomi Digital Indonesia Sebagai Energi Revolusi Industri 4.0, ialah Community Engagement Bukapak, Ian Agisti Dewi Rani, MBA.
Para pembicara memberi pemahaman mengenai potensi digital dalam aktifitas perekonomian serta pemahaman UU ITE oleh kepolisian setempat, yang dikemas dalam bentuk talkshow.
Posting Komentar untuk "Peran Aktif Masyarakat Diperlukan Dalam Menangkal Konten Radikalisme"