Pakar Hukum HTN Unej Angkat Bicara soal Deadlock RAPBD 2018 Jember

Jember, MEMONUSANTARA.com Rancangan APBD 2018 yang diajukan oleh Bupati Jember deadlock di forum DPRD Jember. Kondisi ini memantik DR Bayu Dwi Anggono, SH, MH yang juga Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas  Jember bicara.

Menurutnya jika melihat batas waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah seharusnya deadlock tidak perlu terjadi.

“Di dalam proses pembahasan RAPBD harus ada kesadaran untuk meletakkan dasar-dasar prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan bersih yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, kehati-hatian, kecermatan, dan kepentingan umum, serta bebas dari konflik kepentingan,” tuturnya.

Dia sadar, di berbagai daerah terjadi kealotan dalam pembahasan antara eksekutif dengan DPRD. Kata Bayu, dalam pengamatannya, proses persetujuan RAPBD terjadi kealotan karena berbagai hal yang terkadang bukan karena faktor-faktor perencanaan anggaran itu sendiri.

“Kadang bisa karena faktor-faktor lain diantaranya seperti politik partisan untuk Pilkada berikutnya, politik transaksional atau tukar menukar kepentingan, maupun permintaan-permintaan tertentu yang berujung pada tindak pidana korupsi,” tutur akademisi hukum Unej yang lagi naik daun ini.

Di beberapa kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap pejabat di Pemerintah Provinsi Jambi dan Anggota DPRD Jambi baru-baru ini misalnya, karena ada praktik menerima suap guna memperlancar pembahasan dan persetujuan RAPBD.

“Ini menunjukkan bahwa pembahasan dan pemberian persetujuan APBD sangat rentan dipengaruhi oleh kepentingan di luar substansi perencanaan anggaran itu sendiri,” tukasnya lagi.

Untuk itu UU Pemerintahan Daerah telah memberikan solusi apabila setelah berbagai upaya dilakukan sungguh-sungguh namun tetap deadlock antara Kepala Daerah dan DPRD untuk mengesahkan RAPBD yakni tertuang di pasal 313 UU Pemerintahan Daerah.

“Apabila kepala daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD, Kepala Daerah menyusun dan menetapkan Perkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan,” jelas Bayu.

Dengan demikian situasi tidak dapat terjadinya kesepahaman bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD dalam pembahasan RAPBD pada dasarnya sudah diantisipasi oleh UU Pemerintahan Daerah.

Artinya hukum sangat memahami bahwa tidak boleh terjadi pemaksaan kehendak harus dilakukan persetujuan dalam hal salah satu pihak tidak dapat menerima persyaratan yang diajukan oleh pihak lainnya.

Sementara itu kata Bayu, UU Pemerintahan Daerah telah menjamin program pembangunan dan pelayanan publik kepada rakyat tidak akan berhenti karena deadlock terjadi.

“Jaminan yang dimaksud adalah Kepala Daerah tetap dapat menjalankan APBD yang ditetapkannya sendiri dengan Perkada sepanjang besaran APBD tidak melebihi angka APBD tahun anggaran sebelumnya,” pungkasnya.

Posting Komentar untuk "Pakar Hukum HTN Unej Angkat Bicara soal Deadlock RAPBD 2018 Jember"